Assalamualaikum...
Sumber https://porslinsamatoren.blogspot.com
Saat ini aku sedang merasakan rindu, tetapi kali ini rindu itu tak kutujukan kepada insan lainnya. Aku rindu kepada hujan, rindu akan suara gemericiknya, rindu anyir khas yang ditimbulkan saat air hujan menjamah tanah, dan rindu akan setiap ingatan yang timbul saat hujan turun.
Hari ini aku bangkit pukul lima pagi. Bangun disaat ayam jantan masih enggan membunyikan suara kokok khasnya, dikala embun pagi masih bergelayut manja di dedaunan, dan dikala sebagian orang mungkin saja masih bergelut dengan mimpinya. Aku telah terbiasa berdiri pagi dan kuharap akan terus mirip ini.
Hari ini aku bangkit pukul lima pagi. Bangun disaat ayam jantan masih enggan membunyikan suara kokok khasnya, dikala embun pagi masih bergelayut manja di dedaunan, dan dikala sebagian orang mungkin saja masih bergelut dengan mimpinya. Aku telah terbiasa berdiri pagi dan kuharap akan terus mirip ini.
Di sabtu pagi ini aku bermaksud untuk berolahraga, yap apalagi jika bukan berlari. Pagi ini aku ingin berlari di sebuah lapangan bola yang terletak di tempat Prima Harapan Regency. Rencananya aku ingin berlari dengan orang kesayanganku, tapi alasannya ia malas risikonya beliau menetapkan untuk hanya menemani, tanpa ikut berlari. Hanya menemani, jikalau dia tak keberatan untuk melakukannya bagiku itu sudahlah cukup.
Pagi itu suasananya tak terlihat mirip lazimnya . Jarum panjang dan pendek di jam dinding rumahku sudah kompak menunjuk ke angka enam, tetapi suasana di luar tetap gelap mirip satu jam sebelumnya. Angin tiba secara tiba-tiba menggerakkan dedaunan pohon dirumahku dengan intensitas cukup kencang, langitpun mendadak diselimuti awan hujan yang hitam, dan efek dari itu semua yaitu hawa masbodoh yang berbeda dari biasanya mulai menyerang situasi di pagi itu.
Suasana pagi itu menjadikan rasa ragu pada diriku, "apakah saya tetap akan berlari pagi ini?." Itulah pertanyaan yang sempat terlontar di dalam hatiku, entah aku mengajukan pertanyaan pada siapa. Bahkan, untuk menit-menit selanjutnya aku cuma memandang keluar rumah sekedar memutuskan bahwa itu hanya mendung yang tidak akan diiringi dengan hujan.
Akhirnya, saya tetap berangkat untuk melakukan olahraga lariku. Jika memang akan turun hujan nantinya saya telah siap mendapatkan air hujan yang hendak membasahi diriku. Aku pun berangkat untuk menjemputnya, menjemput orang yang ku sayang.
Sesampai diriku dirumahnya langit tidak dapat berkompromi lagi. Awan hitam kian pekat, menunjukan akan ada sesuatu yang turun dari atas sana. Ia pun ragu untuk menemaniku, sejurus dengan itu saya pun juga ragu dan kesannya memutuskan untuk pulang kembali dan tidak jadi berlari. Dalam perjalanan pulang jadinya langit pun menangis walau cuma gerimis. Gerimis yang dibarengi angin membuat air yang jatuh terasa perih jika terkena kulit langsung. Sedikitpun tidak terpikirkan olehku untuk berhenti berteduh, kunikmati hujan ini dengan perasaan rindu yang sedikit terbayar.
Cuaca sungguh berlainan saat saya sudah sampai dirumah, langit terang benderang, jalanan pun kering dan tidak ada tanda-tanda habis terkena air hujan. Ada perasaan menyesal di hati, semestinya tadi saya tetap ke lapangan saja dan tetap berlari disana. Tetapi tidak apalah, setidaknya kali ini saya merasakan hujan kembali meskipun hanya sesaat.
Sudah lama saya tak melihat hujan, entah karena awan selalu senang akhir-akhir ini atau mungkin dia menangis di kawasan lain? aku tak pernah tau jawabannya. Hari ini saya bertemu dengannya, bertemu dengan hujan, walau hanya sesaat. Ya, hari ini hujan datang dan cuma sesaat.
Wassalamualaikum...
Pagi itu suasananya tak terlihat mirip lazimnya . Jarum panjang dan pendek di jam dinding rumahku sudah kompak menunjuk ke angka enam, tetapi suasana di luar tetap gelap mirip satu jam sebelumnya. Angin tiba secara tiba-tiba menggerakkan dedaunan pohon dirumahku dengan intensitas cukup kencang, langitpun mendadak diselimuti awan hujan yang hitam, dan efek dari itu semua yaitu hawa masbodoh yang berbeda dari biasanya mulai menyerang situasi di pagi itu.
Suasana pagi itu menjadikan rasa ragu pada diriku, "apakah saya tetap akan berlari pagi ini?." Itulah pertanyaan yang sempat terlontar di dalam hatiku, entah aku mengajukan pertanyaan pada siapa. Bahkan, untuk menit-menit selanjutnya aku cuma memandang keluar rumah sekedar memutuskan bahwa itu hanya mendung yang tidak akan diiringi dengan hujan.
Akhirnya, saya tetap berangkat untuk melakukan olahraga lariku. Jika memang akan turun hujan nantinya saya telah siap mendapatkan air hujan yang hendak membasahi diriku. Aku pun berangkat untuk menjemputnya, menjemput orang yang ku sayang.
Sesampai diriku dirumahnya langit tidak dapat berkompromi lagi. Awan hitam kian pekat, menunjukan akan ada sesuatu yang turun dari atas sana. Ia pun ragu untuk menemaniku, sejurus dengan itu saya pun juga ragu dan kesannya memutuskan untuk pulang kembali dan tidak jadi berlari. Dalam perjalanan pulang jadinya langit pun menangis walau cuma gerimis. Gerimis yang dibarengi angin membuat air yang jatuh terasa perih jika terkena kulit langsung. Sedikitpun tidak terpikirkan olehku untuk berhenti berteduh, kunikmati hujan ini dengan perasaan rindu yang sedikit terbayar.
Cuaca sungguh berlainan saat saya sudah sampai dirumah, langit terang benderang, jalanan pun kering dan tidak ada tanda-tanda habis terkena air hujan. Ada perasaan menyesal di hati, semestinya tadi saya tetap ke lapangan saja dan tetap berlari disana. Tetapi tidak apalah, setidaknya kali ini saya merasakan hujan kembali meskipun hanya sesaat.
Sudah lama saya tak melihat hujan, entah karena awan selalu senang akhir-akhir ini atau mungkin dia menangis di kawasan lain? aku tak pernah tau jawabannya. Hari ini saya bertemu dengannya, bertemu dengan hujan, walau hanya sesaat. Ya, hari ini hujan datang dan cuma sesaat.
Wassalamualaikum...
Comments
Post a Comment